I'm Sick (-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩___-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩-̩̩̩)

Pada hari-hari pertama sampai hari ke 23 semuanya berjalan seperti biasa, dan Alhamdulillah ternyata aku sudah betah tinggal di sana, dan sudah menganggap pesantren ku itu seperti rumah ku sendiri. Tapi, itu juga masih ada beberapa yang membuat ku kurang nyaman di pesantren. Kayak misalnya peraturan nya yang terlalu ketat, jarang nyempetin waktu buat me time, konflik dengan temen se-kobong, bahkan aku belum bisa menemukan tempat untuk aku nyaman buat belajar. 

Terkadang aku juga merindukan suasana rumah, karena bagiku rumah ku adalah surga ku. Aku bebas ngelakuin apa aja di rumah walaupun aku engga kemana-mana, rasanya itu kayak aku menemukan ke bebasan tersendiri. Sedangkan jika di kobong aku merasa seperti burung yang terkurung dalam sangkar emas. Aku merasa demikian mungkin saja karena aku belum terbiasa. Tapi aku juga tahu orang tua ku mengirim ku ke sini agar aku berusaha lebih menjadi dewasa, disiplin, berakhlak baik, dan mandiri. 

Pada hari ke 24 di pondok, aku terkena gejala pilek. Waktu itu rasanya tenggorokan dan perutku sakit tubuh ku juga agak lemas aku juga tak jarang suka batuk. Kemudian hari itu aku di beri obat vicks vaporub batuk tidak berdahak oleh teman ku Diana. Sebelum meminum obat itu aku sempat kan membaca petunjuk nya terlebih dahulu, dan di sana terdapat tulisan jika orang yang mempunyai lemah mental tidak di anjurkan untuk meminum obat tersebut. Lalu setelah itu aku pun mencoba meminum nya. 

Namun, setelah satu jam meminum obat itu batuk ku hilang, hanya saja dari sana tiba-tiba aku merasa tidak bisa bernafas dengan lancar, karena rasanya itu dalam tenggorokan ku terdapat dahak yang susah di keluar kan walaupun aku mencoba buat sengaja  batuk agar si dahak nya itu keluar. Beberapa menit setelah itu tiba-tiba aku kejang-kejang karena tidak bisa bernafas. Untung nya teman ku Diana dan Risa baru saja pulang dari sekolah, mereka berdua sempat terkejut ketika melihat aku yang tiba-tiba kejang-kejang. Mereka lalu memposisikan bantal kepala dan kaki ku dengan bantalan yang agak tinggi dari perut, mereka lalu mengoleskan tangan ku dengan minyak kayu putih, tak lupa mereka juga mengoleskan minyak kayu putih tersebut ke bagian tenggorokanku agar aku merasa hangat. 
Dari sana aku merasa mulai agak mendingan, nafasku juga engga terasa terlalu sesak. 

Tapi kemudian, aku memutuskan untuk meminta izin pulang kerumah, karena aku takut kejadian barusan itu terulang kembali. Aku pun meminta bantuan Diana dan Risa untuk membicarakan nya kepada ibu pengurus pondok yang tak lain adalah bu Lasri. 

Seperti peraturan pondok yang lain, santri baru atau yang lebih di anggap dengan Santri Jadid tidak di perbolehkan pulang sebelum 40 hari tinggal di pesantren. Peraturan tersebut juga berlaku di pesantrenku. 

Awalnya aku juga di bujuk terlebih dahulu agar untuk tidak pulang sebelum 40 hari, dan berobat terlebih dulu di pondok sampai penyakit ku sembuh. Tapi dengan keadaan ku yang barusan telah terjadi, akhirnya aku di izinkan pulang oleh ibu Lasri. Diana juga memberi tahu ku jika ia juga tadi di suruh bu Lasri untuk memberikan kabar kepada orang tua ku lewat WhatsApp,  dan orang tua ku bilang jika nanti aku hendak di jemput ke pondok oleh kaka ku, Akupun menunggu. 

Pada saat pulang tersebut awalnya aku memutuskan untuk pulang ke rumah saudara ku yang rumah nya tak jauh dari pondok, ( dia udah menikah tapi engga punya anak, dan aku menganggap nya sudah seperti orang tua angkat ku (〃^ω^〃). Yah, habis nya gimana lagi, orang di rumah ku engga ada siapa-siapa, mau ke orang tua sekarang kan jauh, kaka ku yang pertama (cewek) juga pasti sibuk dengan ngurusin anaknya yang pada kecil. Jadi aku milih yang terdekat saja. 

Ketika jam menujukan pukul 11.25 kala itu aku tengah berbaring. Tiba-tiba ibu Lasri datang mengunjungi ke pondok menjenguk santri yang sedang sakit. Kebetulan waktu itu juga ada seorang santri Mts yang sedang sakit juga. Satu persatu santri di jenguki dan di tanya penyakit yang di deritanya sekarang. Setelah ibu Lasri pergi, tak lama kemudian, teman-teman ku yang lain datang. 

Kala itu jam menunjukkan pukul 03.00 Akan tetapi, kaka ku tak kunjung tiba. Pada saat mereka semua tahu aku hendak pulang ke rumah saudara ku yang tak jauh dari pondok. Tapi aku bilang ke mereka jika aku tak jadi pergi ke rumah saudara ku, karena nanti aku akan di jemput oleh kaka ku pulang ke rumah. Tapi disana mereka bersikeras membujuk ku katanya "mumpung mereka lagi baik mau mengantarkan ku pulang, sekalian juga mereka setelah mengantar ku mereka hendak mampir ke warung nya teh Nina". 

Oh, iya di Pondok pesantren ku ada sebuah peraturan yang mana santri putri tidak boleh pergi ke warung nya teh Nina, dan yang di perbolehkan hanya sampai batas nya warung mang sule saja. Peraturan nya memang cukup aneh ya :) . Tapi hal ini dilakukan pihak pondok untuk mencegah kemungkinan santri baru kabur dari pondok. Why kok bisa begitu 😱? Because, warung th Nina itu hampir mendekati jalan raya, dan dari gerbang belakang pondok warung teh Nina itu tidak terlalu ke lihatan karena terhalang oleh beberapa rumah. Kecuali warung nya mang sule dan teh Ipeh yang masih nampak jika di perhatikan dari daerah sekitar gerbang belakang pondok. 

Setelah aku di bujuk beberapa kali oleh mereka akhirnya akupun menuruti keinginan mereka. Saat aku di antar oleh Hilda keluar gurfah (kamar) untuk mengambil baju tiba-tiba Bu Lasri sudah ada tak jauh dari pintu gurfah dengan membawa segelas air hangat di tangan nya. Ia lalu bertanya "teh Hilda, ini teh Tarib mau di bawa kemana?"
"Ini bu, mau di antar ke lantai satu, mau ganti baju sama ngepakking barang-barang" Hilda menjawab
"Coba teh Hilda, teh Tari nya di suruh duduk dulu kasihan, sekalian ibu juga mau nanya dulu ke teh Tari" 
Aku pun duduk dan ibu Lasri memberikan segelas air hangat tadi untuk ku minum. 
"Teh Tari sebenernya teh Tari mau pulang ke rumah orang tua atau saudara? " Tanya nya penuh dengan rasa iba
"Kalau bisa, Tari pengen pulang ke rumah orang tua bu, soalnya engga enak juga kalo pulang ke rumah saudara"
"Iya bagus kalo, gitu emang si seharusnya pulang tuh ke rumah orang tua pribadi klo kerumah saudara takut nya entar malah ngerepotin, ya sudah mending sekarang yeh Tari pulang nya ke rumah orang tua saja ya, nanti suruh WA orang tua nya teh Tari buat ngejemput ya teh Hilda. Rumah  Teh Tari engga terlalu jauh dari sini kan ya"
Aku pun termangut mangut mengiyakan, sambil meminum sedikit demi sedikit air hangat pemberian bu Lasri. Setelah air itu habis ibu Lasri menyuruh ku untuk tetap menunggu di sana selagi ia pergi ke lantai satu. Pada saat ia kembali ia membawa semangkuk sayur sop, beserta nasinya. Ia lalu menyuruh ku untuk makan terlebih dulu sambi menunggu kaka ku datang. 
Aku kemudian di bawa kembali Hilda ke gurfah Aminah. Lalu berbaring kembali di kasur ku sambil menyantap sayur buatan bu Lasri. Sementara itu teman se kamar ku yang lain heran tentang aku yang kembali ke gurfah Aminah. Mereka pun bertanya kepada Hilda alasan ku kembali ke gurfah Aminah
"Da, bukan nya tadi si Tari mau pulang kerumah saudara nya? terus kenapa dia balik lagi? " Sarah heran
"Engga di boleh in sama ibu, katanya lebih baik dia pulang ke rumah orang tua nya saja"
"Emang si eta nyarios naon kitu ka ibu naha bet te jadi" (Memang nya dia bilang apa ke ibu sampai tidak jadi pergi) Kata Fera dengan suara yang sedikit di pertegas
"Duka da kan tadi teh di taros ku ibu bade uih ka pun Rama atanapi saudara" (Engga tahu, kan pas tadi dia di tanya oleh ibu, mau pulang ke rumah orang tua atau ke rumah saudara) Jawab Hilda yang tiba-tiba terpotong oleh Gita "terus dia bilang apa?"
"Pengen pulang ke rumah orang tua" Jawab Hilda singkat
"Yah, boro na mah urang teh rek ka warung na teh Nina" saut Gita sambil memukul pelan lemari baju nya
***
Keesokan harinya pada jam 8.30 kaka ke tiga ku datang menjemput ku ke Pondok, lalu aku pun di bawa ke rumah. Di tengah jalan kaka menawari ku untuk berobat ke dokter, namun ku tolak. 
Pada saat tiba di rumah terdengar di rumah tetangga ku sedang ada pengajian rutin ibu-ibu. Di sana aku menyempatkan membeli jamu tradisional khas jawa dam membeli sekantung baso mentah. Di rumah aku di urusi kaka tertua ku (cewe) selama kurang lebih 4 hari. Selama 4 hari tersebut aku di desak oleh orang tua ku untuk kembali lagi ke pondok, dan berangkat lagi ke pondok pada hari selasa pada pukul 11.36 di antar oleh kaka tertua ku. Sebelum pulang kembali ke pondok aku berobat dulu ke puskesmas, seperti biasa aku di cek dan di tanyakan keluhan. Awalnya pada saat pemeriksaan ke puskesmas aku kaget ternyata dokter mrngira aku terkena gejala COVID-19, tapi setelah aku menjelaskan jika batuk ku sudah hilang, dokter memberi ku obat sesak, magh, dan obat cadangan batuk. 

Komentar

Postingan Populer